Selasa, 25 Mei 2010

Kurikulum hidup?

Express ur original thought on SPEAK NOW!


Sesaat sebelum saya mulai menulis ini, saya dengar kalimat diatas dari seseorang teman yang sedang berbincang2 di sekitar meja saya.. --> LEMBUR

As usual, retromantic time on the weekend.

Yes, speak now! Or u’ll never now.

Could be similar with, Change Now! Or U’ll Die.

Change, or Die!

Tema yang disampaikan trainer saya sewaktu training Personal Development di kantor saya satu tahun lalu.

Saat training, saya sama sekali tidak punya bayangan apa yang harus saya lakukan untuk merubah kondisi saya saat itu.

Sedikitnya saya sudah tahu apa yang harus saya rubah, tapi saya tidak tahu harus bagaimana.

Trainer saya bilang, kamu hanya harus fokus saja, sehingga kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan, karena targetnya jelas.

Kerjakan satu-satu, dari banyak pilihan yang ada.

Still, I have no clue what am I supposed to do?

Saat itu, saya dihadapkan pada dua pilihan.

Sulit sekali untuk berfikir jernih, karena pilihan ini sangat melibatkan hati saya, dan merupakan pilihan untuk jalan masa depan saya.

Dihadapkan pada kondisi dimana perasaan lebih berbicara banyak daripada logika yang tercipta dari penglihatan dan pendengaran indera saya.

Sulit sekali untuk fokus pada apa yang paling saya inginkan saat itu.

Pilihan sulit, tapi akhirnya saya putuskan juga.

Beberapa kali dihadapkan pada pilihan sulit, saya selalu berfikir, apapun akibatnya, itu adalah resiko dari pilihan saya, dan saya tidak boleh menyesal.

Hanya itu yang saya tanamkan.

Beberapa kali memutuskan, selalu ada resiko yang terjadi, dan selalu saya merasa kalau saya salah ambil keputusan.

Sedikit penyesalan memang tak bisa dihindari, dan ada juga moment dimana saya tidak PD lagi untuk ambil keputusan.

Satu masa dimana saya menyerahkan satu keputusan pada orang terdekat saya. Seperti saat saya dihadapkan pada dua pilihan tadi.

Tapi itu tidak menjadi lebih baik, karena ternyata ketika keputusan itu salah, penyesalan yang terjadi lebih besar daripada penyesalan atas keputusan saya sendiri.

But nothing for free in this life.

Tidak ada yang tidak bermakna dari apa yang kita hadapi dalam hidup ini.

Selalu ada ‘bayaran’ dari apa yang sudah kita lakukan sebelumnya.

Dari apa yang terjadi pada saya waktu itu, sekarang ini saya mengerti apa maknanya buat saya.

Saya dilindungi Sang Maha Pelindung di atas sana.

Saya diarahkan pada sesuatu yang lebih indah pada hidup saya sekarang.

Saya ditenangkan pada hati yang lebih tulus saat ini.

Saya dipertemukan dengan orang-orang yang ternyata sayang pada saya.

Saya dilarutkan dalam keceriaan yang diberikan teman-teman terbaik saya.

Dan saya sangat bersyukur untuk itu saat ini.

Kedewasaan dan kematangan berfikir terjadi karena proses hidup yang sudah kita jalani.

Bisakah dikatakan bahwa dalam hidup juga ada kurikulum yang diciptakan seiring dengan proses pertambahan usia dan proses kedewasaan?!

Saat sekolah dulu, kurikulum dibuat untuk mengarahkan murid-muridnya memahami materi sesuai dengan tingkatan kelasnya.

Lalu bagaimana dengan hidup???

Bayi, bertugas untuk mengkonsumsi susu agar dia bisa tumbuh sempurna.

Balita, bertugas belajar memahami hal-hal sederhana yang akan menjadi pondasi hidupnya.

Saat SD, SMP, SMA, tugasnya belajar di sekolah, memahami hal-hal mulai dari tingkat mendasar, sampai dengan tingkat umum. Mulai mencari eksistensi diri dalam pergaulan dengan teman-teman baru.

Kuliah, mulai mencari jati diri. Bidang apa yang akan menjadi fokus hidupnya.

Bekerja, mulai mencari aktualisasi diri dan kepuasan pribadi.

Menikah, menata hidup bersama orang yang sudah menjadi pilihannya.

Punya anak, belajar bertanggung jawab atas titipan Tuhan dalam bentuk manusia kecil yang juga akan melewati kurikulum hidupnya. Do parents create their curricullum of life?

Pensiun, belajar bagaimana menghadapi post power syndrome and moving on with what they have.

Mati, berharap bisa diterima di surga-Nya.

Lalu apakah ada yang disebut dengan golden moment dalam hidup?

Apakah moment paling berjaya itu hanya sekali dalam seumur hidup?

Hanya sebagian dari keseluruhan hidup yang kita miliki?

Siapa yang menciptakannya?

Kita sang empunya kendali hidup? Atau Sang Pencipta hidup di atas sana?

Saya pikir, tinggal bagaimana kita menikmati dan mensyukuri hidup kita sendiri bukan?

Menjadikan setiap moment yang terjadi sebagai golden moment?

Well, too much sich.. Saya tau betapa tidak mudahnya berlapang dada saat kesulitan sedang menghantui kita. Semuanya butuh kedewasaan dan kematangan berpikir yang disertai kestabilan emosi dan kesadaran akan situasi yang terjadi..

Huff, agak ribed ya? Atau saya saja yang terlalu ribed? Let me know please...

Sekarang masuk pada bahasan moment-moment yang terjadi (red. harus terjadi) dalam perjalanan hidup.

Umur 18, lulus SMA, mau masuk jurusan mana? Ambil kuliah bidang apa? Awas jangan salah jurusan lho, nanti ngga dapet kerjaan sesuai minat dan bakatnya.

Umur 21, lulus kuliah, mau kerja dimana? Kalo bisa cari yang berkelas ya, supaya bisa membanggakan orang tua. Atau gajinya cukup ngga? Masa lulusan sarjana kerjanya ecek2..

Umur 25, kapan nikah? Udah umur segini masa belom aja. Cepetan lho, ntar kehabisan (emangnya sale baju, keabisan???) hhmm..

Umur 30, udah punya anak berapa? Udah bisa apa anaknya? Tinggal dimana sekarang?

Umur 45, udah nyiapin apa buat pensiun? Apa bisa cukup buat lanjutin hidup seterusnya tanpa penghasilan tetap?

Umur 100 tahun, kapan mati? Wew... kalo ini saya ngga berani terusin dehh..

Pernah coba nyadarin ngga kalo pertanyaan2 itu kadang otomatis muncul secara sengaja atau ngga?

Dari orang-orang disekitar kita, dan paling sering pertanyaan2 ini keluar dari mulut orang yang udah lama ngga kita temuin.

Apakah jawaban2 untuk pertanyaan itu harus disusun dalam sebuah kurikulum hidup?!?

Apakah kita harus belajar dulu dalam satu panduan kurikulum supaya kita bisa jawab pertanyaan itu sesuai dengan yang diharapkan?

Ya Ampuunn... Apa pemikiran saya ini berlebihan yah??

Let me know once again.. huwh'

Lalu bagaimana dengan kedewasaan? (actually this is my point after this whole long winding words) -.-"

Apakah ada kurikulum untuk mencapai tingkatan kedewasaan tertentu?

Siapa yang create kurikulum itu?

Kedewasaan merupakan sikap dimana bisa membuat keputusan dengan bijak atas kondisi tertentu.

Darimana kita belajar kedewasaan ini?

Harus belajar secara khusus kah? Atau berjalan begitu saja seiring dengan perjalanan hidup kita?!??

Saya menemukan beberapa fenomena belum lama ini.

Seseorang berumur nyaris 30, pola pikirnya meledak-ledak seperti remaja yang masih begitu labil dalam mengambil keputusan hidup.

Seseorang berumur 25, pola pikirnya kuat dan rasional dalam mengambil tindakan.

Seseorang berumur 22, pola pikirnya sudah jauh kedepan dan sangat mengerti makna hidup.

Seseorang berumur 26, masih belum mengetahui dengan jelas kemana hidupnya harus dibawa.

Yaa.. intinya kedewasaan ngga bisa ditentukan oleh sudah berapa lama dia hidup di dunia, tapi ditentukan oleh seberapa luasnya cara pandang dia terhadap sesuatu, kestabilan emosi, dan ketepatan analisa berpikir sehingga dia bisa mengambil keputusan dengan bijak. (mba nadia banget ^_^")

Dan satu faktor penting lagi yaitu lingkungan.

Dimana kamu tinggal, bisa mempengaruhi perilaku kamu.

Bagaimana kamu dididik, bisa mempengaruhi perilaku kamu.

Seperti apa orang terdekat kamu, bisa mempengaruhi hidup kamu.

Tapi apakah kita bisa menyalahkan orang lain atas apa yang tertanam dalam diri kita?

Nope.

Setiap keputusan yang sudah pernah dibuat, semua ada resikonya.

Sebelum bertindak, pikirkan dulu apa akibatnya, untuk diri sendiri dan orang lain..

“...You’ve Got a Reason to Live,

Can’t Forget, We Only Get What You Give... “

(New Radicals-U’ve Got What U Give)


Tulisan ini panjang ngga terarah. Ada banyak pertanyaan yang saya tulis, semua hanya karena ketidaktahuan saya sebagai seorang manusia biasa.

Ada banyak yang terjadi dalam hidup saya dalam setahun terakhir ini, dan tentunya cukup banyak mewarnai hidup saya.

Dibalik semua kesulitan, saya mendapatkan sesuatu yang sangat indah setelahnya. (saya percaya itu)

Sesuatu yang sudah disiapkan Tuhan untuk saya, dan saya sangat bersyukur untuk itu semua.

Sesuatu yang membuat saya yakin bahwa saya bisa menjadi seseorang yang selama ini saya bayangkan.

Seseorang yang saya impikan.

Seseorang yang kuat dan bisa melihat hidup lebih indah. ^_^"

Terima kasih Ya Allah..

Atas segala anugerah-Mu sampai detik aku menghembuskan nafas untuk ‘kembali hidup’ di dunia-Mu yang indah ini. (amin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar